Minggu, 28 Februari 2010

CERITA UNTUK ANAK

Oleh : yennihartati on: May 18, 2009

Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk menanamkan nilai – nilai kebaikan pada anak. Di antaranya adalah dengan bercerita. Semua jenis cerita, baik yang dinamakan dongeng, kisah, hikayat, dan lain – lain, sangat disukai oleh anak – anak. Bagi mereka, cerita menjadi salah satu hiburan yang menarik. Tak heran jika mereka akan menyimak dengan antusias suatu cerita yang sedang dibacakan. Atau mereka berkonsentrasi penuh saat membaca suatu cerita.

Bagi orang tua, yang lebih penting adalah suatu cerita yang bagus akan memberi dampak positif bagi diri anak. Melalui cerita, anak akan mendapat contoh sifat – sifat terpuji, seperti jujur, rendah hati, patuh pada orang tua, setia kawan, dan lain – lain. Ada banyak cerita yang dapat digunakan. Mulai dari dongeng sebelum tidur, hikayat seribu satu malam, hingga cerita rakyat Indonesia sendiri.

Bagi seorang muslim, cerita islami dapat menjadi pilihan utama. Di dalam Al – Qur’an dan hadits ternyata terdapat banyak cerita – cerita menarik. Misalnya tentang ashabul kahfi, nabi Musa as mencari ilmu, kisah keluarga nabi Ibrahim as, ashabul ukhdud, serta kisah nabi lainnya. Selain itu juga ada kisah – kisah tentang sahabat Rasul, pemimpin Islam, orang – orang sholeh terdahulu, dan lain – lain. Cerita – cerita islami ini, tidak hanya menghibur, tapi juga jauh dari kebohongan, dan dapat memperindah akhlaq dan memperkuat keimanan anak. Mereka akan mengenal lebih jauh tentang Tuhan – nya. Mereka akan melihat indahnya akhlaq Rasul – Rasul Allah.

Selain cerita islami di atas, ada juga banyak cerita fiksi islami yang tidak kalah menarik. Cerita fiksi inipun juga baik bagi anak. Kelebihan cerita ini adalah konteks kekinian yang melatarbelakangi cerita. Sehingga dekat dengan kehidupan anak. Bahkan sekarang sudah banyak fiksi – fiksi islami yang ditulis oleh anak – anak. Hal ini dapat memicu anak – anak lain untuk mulai menulis cerita mereka sendiri. Kreativitas dalam diri anak akan muncul.

Ada banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari suatu cerita yang baik. Dan sebaliknya, cerita yang buruk (mengandung unsur kekerasan, pornografi, dan lain – lain) akan berakibat negatif bagi anak. So, orang tua harus selektif memilih cerita untuk anak. Dan juga harus mengawasi anak, agar mereka tidak membaca cerita – cerita yang tidak berkualitas.

KEMANDIRIAN PADA ANAK

Oleh : yennihartati on: May 15, 2009

Rumah saya terletak di sebuah gang kecil di pinggiran kota Jakarta. Walau kecil, gang ini tidak pernah sepi. Ia menjadi akses ke jalan yang terbuka 24 jam. Ia juga jalan pintas yang menghubungkan sisi utara dan selatan.

Puncak lalu lintas di gang ini terjadi pada pagi dan siang hari. Bertepatan dengan jam masuk dan pulang sekolah. Pada waktu tersebut, suara kendaraan roda dua yang lalu lalang cukup memekakkan telinga. Para orang tua sibuk mengantarkan anak – anaknya berangkat sekolah. Ada juga para ibu yang mengantar anak – anaknya dengan berjalan kaki. Di bagian selatan ada dua SD dan satu TK.

Melihat fenomena ini, timbul pertanyaan di benak saya. Mengapa orang tua harus selalu mengantar anaknya ke sekolah ? Jika anak – anaknya masih TK atau kelas 1 dan 2 SD, masih bisa dimaklumi. Tapi banyak juga anak yang sudah cukup besar yang masih diantar. Dari postur badannya, saya menaksir mereka sudah kelas 4 SD ke atas.

Saya heran, karena sebenarnya tidak ada alasan kuat orang tua harus selalu mengantar anaknya ke sekolah. Mengingat, pertama, sebagian anak – anak itu sudah cukup besar. Kedua, jarak rumah mereka dengan sekolah tidak begitu jauh. Ketiga, perjalanan yang ditempuh tidak sulit. Mereka tidak perlu melewati jalan raya yang ramai dengan kendaraan. Keempat, pergi ke sekolah adalah hal yang rutin mereka kerjakan setiap hari (kecuali hari libur). Dengan melalui jalan yang sama. Lingkungan yang telah akrab dengan mereka. Mengapa beberapa orang tua tidak melatih anaknya untuk mandiri ? Mengapa orang tua tidak menyuruh anaknya untuk berjalan kaki ke sekolah? Padahal berjalan kaki di pagi hari justru menyehatkan mereka. Apakah orang tua takut anaknya terlambat ? Lalu, mengapa orang tua tidak membiasakan anaknya untuk bangun lebih bagi ? Yang juga bermanfaat bagi tubuh dan mental mereka.

Saya teringat dengan masa kecil saya. Hal ini mendorong saya untuk banyak bersyukur memiliki ayah dan ibu yang membiasakan anaknya mandiri sejak kecil. Ketika saya masih duduk di bangku TK (usia 5 tahun), ibu memang rutin mengantar dan menjemput saya ke sekolah. Karena untuk sampai ke sana, saya harus menyeberangi jalan raya yang cukup ramai. Waktu itu saya bertanya ke ibu, mengapa saya selalu diantar ke sekolah? Saya merasa sudah bisa melakukannya sendiri. Hingga pada suatu hari, ibu terlambat menjemput saya. Saya sudah tidak betah menunggu di sekolah. Akhirnya saya pulang sendiri. Saya sudah hampir sampai di rumah, dan ibu baru saja berangkat hendak menjemput. Ibu kemudian merangkul saya, sambil tertawa senang. Sejak itu, saya tidak pernah diantar jemput lagi.

Ketika saya mulai masuk SD. Sekolah saya lebih jauh lagi. Mungkin sekitar 1 km dari rumah. Dan saya juga harus menyebrangi jalan Jend. Sudirman, jalan raya yang paling ramai waktu itu. Tapi saya selalu pergi dan pulang sekolah dengan berjalan kaki, sendiri. Saya punya strategi. Saya menunggu rombongan kakak kelas lewat di depan rumah. Kemudian bergabung bersama mereka menuju sekolah.

Jadi sejak TK dan SD kelas satu pun, saya tidak diantar jemput orang tua lagi. Orang tua hanya membekali dengan nasihat. Kalau berjalan di pinggir, lihat kanan kiri sebelum menyeberang, dan nasihat lainnya.

Mengapa saya menceritakan masa kecil saya ? Tujuannya untuk menggambarkan bahwa sebenarnya anak – anak bisa mandiri di usia dini. Walaupun tidak bisa digeneralisir. Semuanya kembali kepada orang tua. Apakah mereka mau membangun kemandirian dalam diri anak – anaknya.

Melatih kemandirian perlu dilakukan sejak dini dari hal – hal yang kecil dan rutin. Seperti pergi dan pulang sekolah. Atau juga mengerjakan tugas sekolah. Saya cukup miris melihat tetangga saya. Setiap hari selalu mengantar anaknya yang sudah kelas 5 SD ke sekolah. Padahal jarak rumah ke sekolah hanya sekitar 300 meter. Saya juga pernah melihatnya mengerjakan PR si anak. Sedangkan anaknya sendiri sedang bermain bersama teman – teman. Rasa sayang orang tua kepada anak yang tidak pada tempatnya, justru berdampak buruk bagi anak. Saya teringat lagi, ibu saya yang seorang guru, tidak pernah sekali pun mengerjakan PR saya dan adik – adik. Ibu dan ayah hanya membimbing, dan mengajari kami.

Orang tua harus berubah. Mungkin awalnya timbul rasa kasihan pada anak. Melihat mereka harus bangun lebih pagi, berjalan kaki hingga peluh membasahi baju , dan lain – lain. Namun semua itu akan memberi manfaat yang besar bagi anak di kemudian hari.

Senin, 22 Februari 2010

Persiapan Ruhani untuk Ibu hamil dan menyusui


Oleh : Ustadzah Harmeli Al-Hafidzoh
( Seminar Kesehatan Ibu dan Anak BSMI kota Semarang 11 Feb 07 )

Kenikmatan dan kemuliaan dalam kehidupan berumah tangga akan bertambah ketika Allah subhanahu wataála telah memberikan karunia berupa seorang bocah buah cinta kasihnya. Anak adalah anugerah terindah yang senantiasa diharapkan kehadirannya bagi setiap insan yang membangun mahligai rumah tangga. Rasulullah salallahu'alaihi wasalam pernah bersabda :

" tidak ada seorang anakpun yang lahir pada sebuah keluarga kecuali menambah kemuliaanya yang sebelumnya tidak ada" (HR. Tabrani)

Rasulullah salallahu'alaihi wasalam pun berpesan kepada mereka yang diberi karunia anak untuk mendidiknya dengan baik.

"setiap anak terlahir dalam keadaan suci (Islam), orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi dan Nasrani."

Dalam kesempatan yang lain Rasulullah salallahu'alaihi wasalam menegaskan agar setiap orang tua sangat memperhatikan tarbiyah anaknya, agar anak-anak tidak tumbuh menjadi anak yang mendatangkan kedurhakaan.

"Bantulah anak-anakmu untuk berbakti, siapa yang menghendaki, dia dapat melahirkan kedurhakaan melalui anaknya." (HR.Tabrani) .

"sesungguhnya pada setiap pohon terdapat buah, dan buahnya hati adalah anak. Sesungguhnya Allah subhanahu wataála tidak akan mengasihi mereka yang tidak mengasihi anaknya. Dan demi nyawaku yang ada di tangan-NYA, tidak akan masuk surga kecuali orang yang memiliki kasih sayang. " Dampak dari seorang anak yang tidak di harapkan adalah anak akan berpotensi menjadi anak yang durhaka.

"datang seorang sahabat kepada Umar r.a, dia mengadu kalau anaknya durhaka pada bapaknya, maka anak tersebut dipanggilnya terus Umar bertanya perihal kedurhakaanya itu pada bapaknya, anak tersebut menjawab : kalau bapaknya telah durhaka pada dirinya yaitu dengan menikahi wanita yang tidak sholehah dan memberi nama pada anak tersebut dengan nama yang jelek yaitu "kumbang" "

Ruhaniyah Ibu hamil

Setiap kenikmatan yang diberikan Allah subhanahu wataála kepada hamba-NYA, harus senantiasa disyukuri. Syukur merupakan sebuah amalan mulia karena merupakan bukti pengakuan manusia atas segala kelemahannya. Syukur dapat diwujudkan dengan lisan, yakni dengan senantiasa mengagungkan asma Allah subhanahu wataála maupun dengan amal. Amal yang bermakna yaitu menjaga dan merawat atas apa yang telah dianugerahkan Allah subhanahu wataála kepada kita.Kehamilan adalah sebuah kenikmatan yang luar biasa besarnya yang datang dari Allah subhanahu wataála yang harus disyukuri karena kenikmatan itu tidak diberi kepada semua manusia. Banyak cerita yang telah terdengar oleh kita, betapa inginnnya memperoleh anak, sampai banyak yang bersedia melakukan apapun yang dinasehatkan orang dari yang masuk akal sampai yang paling tidak masuk akal, dari yang diperbolehkan syar'i sampai yang perlu dipertanyakan keabsahannya. Bahkan ada yang rela mengeluarkan dana berapapun besarnya untuk pengobatan di berbagai rumah sakit, sampai-sampai harus keluar negeri sekalipun semua itu dilakukan untuk satu hal, ingin memperoleh anak.

Dengan bersyukur ( dengan kehamilan), niscaya Allah subhanahu wataála akan semakin menambah kenikmatannya kepada kita. Kehamilan merupakan tahap awal dari masa keibuan seorang wanita, dan saat itulah umur yang sesungguhnya seorang anak dimulai. Wanita yang hamil telah menjadi seorang ibu dan memiliki tanggung jawab atas anak yang sedang tumbuh rahimnya. Oleh sebab itu masa depan seorang anak, sebagian besar tergantung pada ibunya. Ibu
adalah madrasatul ullah yaitu madrasah pertama bagi sang anak.

Baik riset maupun pengalaman praktis telah membuktikan bahwa makanan, obat-obatan, lingkungan, kecemasan, rasa marah, dendam, iri hati serta pikiran ibu seluruhnya mempengaruhi benih dalam kandungan. Jadi, dapat dikatakan bahwa apapun yang mempengaruhi ibu juga dapat mempengaruhi bayi yang dikandung. Karena itu ibu hamil harus senantiasa mengontrol kondisi hati dan ruhiyahnya agar benih bayi dalam kandungannya mendapatkan pengaruh yang positif dari perilaku ibu yang baik. Untuk itu, ibu hamil diupayakan dapat melakukan amalan-amalan berikut :
  • Memperbanyak doa Q.S. Al Furqon : 74
  • Mensyukuri anugerah terindah yang Allah berikan
  • Memperbanyak sholat malam
  • Memperbanyak Tilawatil Qur'an ( sebagaimana kisah Imam Syafi'i)
  • Memperbanyak amal kebaikan
  • Menghindari bid'ah ( memakai peniti/benda tajam untuk keselamatan, tujuh bulanan).
  • Menjaga kestabilan emosi.
  • Mengajak komunikasi dengan janin.
  • Memakan buah kurma dan minum air zam-zam. Rasulullah salallahu'alaihi wasalam bersabda : "Para wanita yang hamil sebaiknya memakan kurma selama bulan-bulan terakhir kehamilannya, sehingga anak mereka dapat memiliki dapat memiliki akhlak yang baik dan sifat yang sabar. "
Ruhaniyah Ibu menyusui

Menyusui anak adalah anjuran Islam, dalam beberapa ayat Al-Qur'an Allah subhanahu wataála menerangkan tentang itu "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al- Baqoroh 2: 233)

"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".(Q.S. Al- Ahqaaf 46:15 )

Permasalahan psikologis pada anak, dapat disebabkan berkurangnya waktu sang ibu menyusui anak, bahkan Al-Qur'an menyuruh ibu menyempurnakan penyusuannya selama 2 tahun. Namun ada kalanya ibu tidak dapat menyempurnakan penyusuan ini, disebabkan banyak factor. dalam sebuah hadist, Rasulullah salallahu'alaihi wasalam bersabda :
"Sesungguhnya Allah subhanahu wataála melimpahkan rahmat kepada seorang ibu yang menyusui bayinya sama dengan membebaskan seorang budak setiap saat. Ketika masa menyusui berakhir, malaikat berkata : " Mualailah kehidupanmu kembali. Sesungguhnya Allah subhanahu wataála telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu."

Dengan menyusui, bayi akan dapat terpenuhi kebutuhan fisiknya dan juga dapat terpenuhi kebutuhan emosinya, yang berupa kasih saying, kelembutan, kehangatan, dekapan ibu dan perhatian. karena itu, ibu menyusui perlu memperhatikan dan mengupayakan pemenuhan hal-hal seperti tersebut dibawah ini :
  1. Makanan yang halalan toyyiban ( bisa ibu ingat kembali kisah Umar binKhattab r.a )
  2. Membelai bayi dan menyusui dengan tenang ( berhubungan dengan kadar ASI dan psikologis bayi)
  3. Menyusui dengan memperdengarkan bayi dengan murrottal, nasyid, kalimat-kalimat toyyibah, dll
  4. Usahakan saat ibu menyusui bayinya berada di tempat yang tenang seperti didalam kamar.
  5. Mengajak komunikasi.

"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku
dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". ( Q.S. Al- Ahqaaf : 15 ).

Islam Dan Pendidikan Anak

Sabda Rasul SAW: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi.(HR. Bukhari).

Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apapun. Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orang tua. Namun sejalan dengan bertambahnya usia sang anak, muncul “agenda persoalan” baru yang tiada kunjung habisnya. Ketika beranjak dewasa anak dapat menampakkan wajah manis dan santun, penuh berbakti kepada orang tua, berprestasi di sekolah, bergaul dengan baik dengan lingkungan masyarakatnya, tapi di lain pihak dapat pula sebaliknya. Perilakunya semakin tidak terkendali, bentuk kenakalan berubah menjadi
kejahatan, dan orangtua pun selalu cemas memikirkanya.

Dr. Abdullah Nashih ‘ulwan, dalam bukunya „Tarbiyatul Aulad” menegaskan, hanya ada satu cara agar anak menjadi permata hati dambaan setiap orangtua, yaitu melalui pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai Islam.

Islam telah memberikan dasar-dasar konsep pendidikan dan pembinaan anak, bahkan sejak masih dalam kandungan . Jika anak sejak dini telah mendapatkan pendidikan Islam, Insya allah ia akan tumbuh menjadi insan yang mencintai Allah dan Rasul-nya serta berbakti kepada orengtuanya.

Upaya dalam mendidik anak dalam naungan Islam sering mengalami kendala. Perlu disadari disini, betapa pun beratnya kendala ini, hendaknya orangtua bersabar dan menjadikan kendala-kendala tersebut sebagai tantangan dan ujian.

Dalam mendidik anak setidaknya ada dua macam tantangan, yang satu bersifat internal dan yang satu lagi bersifat eksternal. Kedua tantangan ini sangat mempengaruhi perkembangan anak.

Sumber tantangan internal yang utama adalah orangtua itu sendiri. Ketidakcakapan orangtua dalam mendidik anak atau ketidak harmonisan rumah tangga. Sunatullah telah menggariskan, bahwa pengembangan kepribadian anak haruslah berimbang antara fikriyah (pikiran), ruhiyah (ruh), dan jasadiyahnya (jasad).

Tantangan eksternal pun juga sangat berpengaruh dan lebih luas lagi cakupannya. Tantangan pertama bersumber dari lingkungan rumah. Informasi yang yang didapat melalui interaksi dengan teman bermain dan kawan sebayanya sedikit banyak akan terekam. Lingkungan yang tidak islami dapat melunturkan nilai-nilai islami yang telah ditanamkan di rumah.

Yang berikutnya adalah lingkungan sekolah. Bagaimanapun juga guru-guru sekolah tidak mampu mengawasi anak didiknya setiap saat. Interaksi anak dengan teman-teman sekolahnya apabila tidak dipantau dari rumah bisa berdampak negatif. Sehingga memilihkan sekolah yang tepat untuk anak sangatlah penting demi terjaganya akhlak sang anak. Anak-anak Muslim yang disekolahkan di tempat yang tidak islami akan mudah tercemar oleh pola fikir dan akhlak yang tidak islami sesuai dengan pola pendidikannya, apalagi mereka yang disekolahkan di sekolah nasrani sedikit demi sedikit akhlak dan aqidah anak-anak Muslim akan terkikis dan
goyah. Sehingga terbentuklah pribadi-pribadi yang tidak menganal islam secara utuh.

Disamping itu peranan media massa sangat pula berpengaruh. Informasi yang disebarluaskan media massa baik cetak maupun elektronik memiliki daya tarik yang sangat kuat. Jika orang tua tidak mengarahkan dan mengawasi dengan baik, maka si anak akan menyerap semua informasi yang ia dapat, tidak hanya yang baik bahkan yang merusak akhlak.

Meskipun banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan seorang anak, orang tua tetap memegang peranan yang amat dominan, sebagaiman sabda Rasul SAW:

„Setiap anak dilahirkan dalm keadaan fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi.” (Hr.Bukhari).

Dalam mendidik anak orang tua hendaknya berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bila salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas. Pembagian tugas dalam Islam sudah jelas, peran ayah tidak diabaikan, tapi peran ibu menjadi hal sangat penting dan menentukan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para orangtua Muslim dalam mendidik anak:

  • Orang tua perlu memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan anak dan tujuannya.
  • Banyak menggali informasi tentang pendidikan anak.
  • Memahami kiat mendidik anak secara praktis. Dengan demikian setiap gejala dalam tahap-tahap pertumbuhan anak dapat ditanggapi dengan cepat.
  • Sebelum mentransfer ilai, kedua orang tua harus melaksanakan lebih dulu dalam kehidupan sehari-hari. Karena di usia kecil, anak-anak cerdas cenderung meniru dan merekam segala perbuatan orang terdekat.
  • Bersegera mengajarkan dan memotivasi anak untuk menghafal Al-Quran. Kegunaannya di samping sejak dini mengenalkan Yang Maha Kuasa pada anak, juga untuk mendasari jiwa dan akalnya sebelum mengenal pengetahuan yang lain.
  • Menjaga lingkungan si anak, harus menciptakan lingkungan yang sesuai dengan ajaran yang diberikan pada anak.

Memang usaha mendidik anak tidaklah semudah membalik tangan. Perlu kesabaran dan kreativitas yang tinggi dari pihak orang tua. Simaklah perkataan Sayyid Qutb, yang mempunyai ayah sebagai panutannya:”Semasa kecilku, ayah tanamkan ketaqwaan kepada Allah dan rasa takut akan hari akhirat. Engkau tak pernah memarahiku, namun kehidupan sehari-harimu telah menjadi teladanku, bagaimana prilaku orang yang ingat akan hari akhir.

Pendidikan Iman Anak : Tarbiyah Imaniyah


Salah satu aspek yang sering kita lupakan dalam mendidik anak-anak adalah tarbiyah ruhiyah. Jangankan untuk anak, untuk diri sendiri pun kita sering lupa dengan tarbiyah bentuk ini. Padahal, seperti halnya akal dan pikiran perlu mendapat pendidikan, ruh kitapun wajib mendapatkan haknya.
Untuk mendidik akal dan meningkatkan kapasitas intelektual orang tua menyekolahkan anak ke sekolah-sekolah favorit. Tetapi dalam masalah pendidikan keimanan seringkali enggan memberi porsi yang cukup. Bahkan tidak perduli walaupun sekolah tersebut tidak memberikan pendidikan Islam yang memadai.
Iman merupakan hal asasi dalam kehidupan seorang muslim, sedang tarbiyah merupakan kebutuhan pokok setiap insan. Tarbiyah imaniyah adalah tarbiyah yang ditujukan untuk meningkatkan iman, ma’nawiyah (mentalitas), akhlaq (moralitas), dan ayakhsyiyah (kepribadian) daripada mutarobiyyin (anak didik).

Iman kepada Allah dan hari akhir wajib mendapat pupuk yang menyegarkan, disiram dengan air agar terus menerus tumbuh di lahannya secara bertahap dan tawazun (seimbang) menuju kesempurnaan. Iman tumbuh subur karena didasari hubungan yang intens dengan Allah dalam berbagai bentuknya. Cobalah simak hasil tarbiyah pada seorang anak di masa Salaf dahulu.

Abdullah bin Dinar berkisah tentang perjalanannya bersama Khalifah Umar bin Khattab. Beliau mengatakan, “Saya bersama Umar bin Khattab r.a. pergi ke Makkah dan beristirahat di suatu tempat. Lalu terlihatlah anak gembala dengan membawa banyak gembalaannya turun dari gunung dan berjumpa dengan kami. Umar bin Khattab berkata, “Hai penggembala, juallah seekor kambingmu itu kepadaku!”
Anak kecil penggembala itu menjawab, “Aku bukan pemilik kambing ini, aku hanya seorang budaknya.” Umar menguji anak itu, “Katakanlah kepada tuanmu bahwa salah seekor kambingnya dimakan srigala.”
Anak itu termenung lalu menatap wajah Umar, dan berkata, “Maka di manakah Allah?”

Mendengar kata-kata yang terlontar dari anak kecil ini, menangislah Umar. Kemudian beliau mengajak budak itu kepada tuannya kemudian memerdekakannya. Beliau berkata pada anak itu, “Kalimat yang telah engkau ucapkan tadi telah membebeaskanmu di dunia ini, aku harap kalimat-kalimat tersebut juga akan membebaskanmu kelak di akhirat.”

Kejadian di atas menunjukkan salah satu pengaruh dari pengenalan terhadap Allah. Kejadian serupa itu sudah sangat jarang terjadi saat ini. Sekarang ini, di masyarakat kita kejujuran dan kebenaran seolah sudah tak ada harganya. Coba bandingkan dengan sikap Umar yang menghargai anak tersebut dengan membebaskannya dari perbudakan.

Mungkin timbul pertanyaan: bagaimanakah seorang anak kecil di masa itu bisa menjadi begitu yakin dengan pengawasan Allah (muroqobatullah) yang berlaku pada setiap manusia?

Keyakinan lahir dari suatu pendidikan dan latihan yang benar. Di mana kekhalifahan Umar, masyarakat Islam sudah terbentuk dan masyarakat ini menghasilkan bi’ah (lingkungan) yang baik bagi anak tersebut, kendati ia berada di gurun. Pengaruh sistem pendidikan Islam telah merembes ke berbagai tempat sehingga setiap orang benar-benar meyakini dan menghayati syariat Allah.

Tarbiyah imaniyah untuk anak-anak merupakan satu pendidikan yang meliputi hal-hal berikut:

1. Upaya melaksanakan dan menghayati nilai-nilai ibadah kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya sesuai dengan bimbingan Rasulullah SAW.

2. Pembiasaan dalam mengingat Allah (dzikrullah) dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an atau dengan menyebut-nyebut nama Allah dengan cara yang tepat di saat-saat tertentu.

3. Membiasakan merasakan adanya bimbingan Allah dalam melaksanakan kebaikan dan pengawasan Allah dalam setiap aspek kehidupan. Yaitu dengan menghubungkan kejadian-kejadian sehari-hari yang dialaminya dengan kekuasaan Allah.

4. Membiasakan menggantungkan diri kepada Allah misalnya dengan berdo’a dalam berbagai situasi dan kondisi.

5. Meningkatkan akhlak (perilaku) yang baik dengan mencontohkan tindakan-tindakan baik dan memperbaiki perilakunya pada saat anak melakukan keburukan.

6. Memberikan motivasi dan rangsangan dengan memuji atau memberi hadiah ketika anak berbuat baik, memberi manfaat kepada orang lain, atau menyenangkan orang lain kendati orang tersebut tidak menyadarinya.

7. Membimbing hal-hal lain untuk yang berhubungan dengan pendekatan diri kepada Allah.

Metoda Tarbiyah

Pembekalan keimanan bagi anak-anak berorientasi pada penyiapan pemahaman dan pembiasaan berbagai hal yang kelak dapat menolong anak untuk melakukan sendiri berbagai kegiatan yang dapat memelihara ruhiyahnya.

Anak-anak sebenarnya lebih mudah menerima hal-hal yang bersifat teoritis kendati bersumber dari alam ghaib (tidak nampak). Karena secara fitrah mereka mudah mempercayai orang tua, guru, atau kawan dekatnya. Anak-anak senantiasa jujur dan tidak mau didustai seperti pada kisah Umar bin Khattab di atas. Ini menunjukkan bahwa kejujuran mereka amat mudah mendekatkan mereka kepada Allah.
Tarbiyah imaniyah untuk anak-anak mungkin diberikan dengan jalan:

1. Dengan Contoh dan Keteladanan
Anak-anak adalah makhluk yang paling senang meniru. Orang tuanya merupakan figur dan idolanya. Bila mereka melihat kebiasaan baik dari ayah ibunya, maka mereka pun akan dengan cepat mencontohnya. Orang tua yang berperilaku buruk akan ditiru perilakunya oleh anak-anak. Anak paling mudah mengikuti kata-kata yang keluar dari mulut kita. Misalnya dalam mensyukuri segala nikmat yang diperoleh dalam keluarga. Kepada anak harus senantiasa diingatkan betapa semua rezeki bersumber dari Allah. Apabila kita memberi pisang kepada anak misalnya, sempatkanlah bertanya, “Darimana pisang ini, Nak?” “Dari Umi,” jawab si anak. “Ya. Tetapi sebenarnya pisang ini pemberian Allah kepada kita. Allah menyampaikannya melalui Umi.”

Dengan cara demikian, dalam peristiwa sederhana ini kita mencontohkan bagaimana mengingatkan Allah dan mensyukuri pemberian-Nya. Mengucapkan hamdalah ketika menerima sesuatu dan menjelaskan kepada mereka bahwa semuanya merupakan kasih sayang Allah dan merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat dipungkiri. Demikian pula mengucapkan insya Allah, subhannallah, dan berbagai ungkapan tasbih lainnya akan dicontohkan oleh anak.

2. Dengan Latihan dan Pembiasaan

Banyak pembiasaan ibadah harus dilakukan pada anak. Misalnya pembacaan do’a pada tiap-tiap kesempatan dan menguraikan maksud dan isi do’a tersebut. Di setiap munasabah, ada do’a yang pantas diucapkan. Mau makan, minum, tidur, mau belajar, mau berwudhu, menaiki kendaraan, dan lain-lain ada do’a yang khas untuknya. Anak-anak sangat mudah menghafalkan do’a-do’a ini. Apalagi bila di sekolah mereka mendapat program khusus mengenai do’a ini. Tetapi pengamalan do’a-do’a tersebut sangat tergantung pada pengawasan orang tua. Biar pun anak mampu menghafal seratus do’a di sekolah atau madrasahnya, dia tidak akan mampu meningkatkan imannya bila tidak ada pengamalan dan penghayatannya. Secara rutin dan teratur ayah atau ibu hendaknya membimbing anak membiasakan pembacaan do’a ini, menjelaskan dan memberi pengertian tentang nilai-nilai kandungannya.
Pembiasaan lain yang perlu dilakukan semenjak dini antara lain:
- Membawa anak-anak ke masjid, beri’tikaf, serta mencintai dan menghormati jamaahnya.
- Memberikan perhatian khusus agar anak senantiasa membaca Al Qur’an secara rutin.

3. Dengan Nasihat dan Bimbingan

Orientasi nasihat dan bimbingan bertujuan mengingatkan anak terhadap pengawasan Allah di mana pun mereka berada. Ibnu Abbas r.a. menceritakan bahwa sewaktu masih anak-anak, beliau pernah dibonceng Rasulullah di atas untanya. Perjalanan yang mengasyikkan ini digunakan Rasulullah untuk menasihati Ibnu Abbas. Waktu itu Rasulullah SAW berkata,

“Hai anak, jagalah semua perintah Allah, niscaya Allah memeliharamu. Periharalah semua perintah Allah, niscaya engkau dapati Dia di hadapanmu. Apabila engkau memohon sesuatu, mohonlah hal itu kepada Allah, dan bila meminta pertolongan, mintalah kepada Allah. Dan ketahuilah, sekiranya seluruh masyarakat sepakat berbuat sesuatu yang bermanfaat bagimu, maka semua manfaat itu hanyalah Allah yang menentukannya, dan bila mereka akan berbuat jahat kepadamu, maka kejahatan itu tidak akan menimpamu kecuali yang telah ditetapkan Allah pula. Terangkat qalam dan keringlah pena.” (At-Tarmidzi)

4. Dengan Pengarahan dan Pengajaran
Bila nasihat disampaikan di mana saja, di tempat-tempat di mana orang tua (murobbi) berinteraksi dengan anak didiknya, maka pengarahan dan bimbingan mengambil waktu dan tempat tertentu misalnya seusai shalat Shubuh atau Maghrib berjamaah. Rasulullah pernah memberi pengajaran kepada Ibnu Abbas sebagai berikut,

“Periharalah perintah Allah, engkau dapatkan Allah di hadapanmu. Kenalkan dirimu kepada Allah di waktu senang, niscaya Allah akan mengingatmu di saat kesukaran. Ketahuilah bahwa sesuatu yang terlepas darimu tidak akan mengenaimu, dan yang menjadi bagianmu tidak akan terlepas darimu. Ketahuilah bahwa kemenangan itu beserta keshabaran, dan kegembiraan itu setelah kesukaran, dan setiap ada kesukaran akan ada kelapangan.”

Anak-anak pra sekolah dapat mulai dimasukkan ke TPA di mana mereka mendapatkan arahan dan pengajaran dari guru-guru yang sudah memahami metoda pendidikan keimanan kepada balita.

5. Dengan Bercerita dan Berkisah
Anak-anak sangat senang pada cerita-cerita dan kisah-kisah masa lampau. Apalagi di dalamnya terkandung unsur-unsur heroik dan semangat perjuangan. Islam memiliki khazanah kekayaan sejarah yang sangat besar. Mulai zaman nabi-nabi, Nabi Muhammad dan para sahabat beliau, serta sejarah umat Islamnya. Ibnu Mas’ud berkata, “Kami (generasi sahabat) mengajarkan perang-perang Rasulullah kepada anak-anak kami sebagaimana kami mengajarkan Al Qur’an.”

Ayah dan ibu yang bercerita kepada anaknya akan lebih melekatkan anak-anak pada keteladanan dan ibroh (pelajaran) yang dapat diambil oleh anak. Sesungguhnya apabila kita mampu bercerita dengan baik, kisah dari seorang ibu yang lembut dan penuh keakraban insya Allah dapat lebih disukai anak tenimbang acara-acara telivisi. Karena pendekatan cerita sebelum tidur bersifat timbal balik dan mempunyai dampak psikologis yang dibutuhkan anak.

6. Dengan Dorongan, Rangsangan dan Penghargaan

Usia kanak-kanak sangat memerlukan dorongan dan penghargaan ketika meraih sesuatu kendati sangat sederhana. Jangan segan-segan mengucapkan terima kasih kepada anak yang berhasil nilai yang bagus, atau memberi hadiah ketika berhasil dalam salah satu kegiatan. Di dalam hadiah tercermin kasih sayang, karena Rasulullah bersabda,”Saling beri hadiahlah kalian dengan demikian kalian akan saling mencintai.” (Al-Hadits)

Bagi seorang anak, perhatian, ciuman, dekapan yang mesra, atau gendongan dapat dipahami sebagai hadiah. Anak yang lebih besar ingin hadiah yang lebih kongkrit. Tak ada salahnya ayah memberi sesuatu ketika anak telah berprestasi dalam peningkatan pribadinya. Misalnya, ketika berhasil menghafal satu surat di antara surat-surat Al Qur’an.

(Dikutip dari Majalah Ummi, No. 9/VIII Tahun 1417H/1997)

Minggu, 21 Februari 2010

Bismillahir Rohmanir rohim,

Assalamu alaikum Wr Wb

Salam Ta'arruf dari seorang ibu yang ingin berbagi pengalaman

Wassalamu alaikum Wr Wb